Kamis, 11 Februari 2010

Palang Merah Indonesia

Palang Merah Indonesia

Palang Merah Indonesia (PMI) adalah sebuah organisasi perhimpunan nasional di Indonesia yang bergerak dalam bidang sosial kemanusiaan. PMI selalu berpegang teguh pada tujuh prinsip dasar Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan sabit merah yaitu kemanusiaan, kesamaan, kesukarelaan, kemandirian, kesatuan, kenetralan, dan kesemestaan. Sampai saat ini PMI telah berada di 33 PMI Daerah (tingkat provinsi) dan sekitar 408 PMI Cabang (tingkat kota/kabupaten) di seluruh indonesia
Palang Merah Indonesia tidak berpihak pada golongan politik, ras, suku ataupun agama tertentu. Palang Merah Indonesia dalam pelaksanaannya juga tidak melakukan pembedaan tetapi mengutamakan objek korban yang paling membutuhkan pertolongan segera untuk keselamatan jiwanya.

Sejarah

Berdirinya Palang Merah di Indonesia sebetulnya sudah dimulai sebelum Perang Dunia II, tepatnya 12 Oktober 1873.Pemerintah Kolonial Belanda mendirikan Palang Merah di Indonesia dengan nama Nederlandsche Roode Kruis Afdeeling Indië (NERKAI) yang kemudian dibubarkan pada saat pendudukan Jepang.
Perjuangan mendirikan Palang Merah Indonesia (PMI) diawali 1932. Kegiatan tersebut dipelopori dr RCL Senduk dan dr Bahder Djohan dengan membuat rancangan pembentukan PMI. Rancangan tersebut mendapat dukungan luas terutama dari kalangan terpelajar Indonesia, dan diajukan ke dalam Sidang Konferensi Narkei pada 1940, akan tetapi ditolak mentah-mentah.
Rancangan tersebut disimpan menunggu saat yang tepat. Seperti tak kenal menyerah pada saat pendudukan Jepang mereka kembali mencoba untuk membentuk Badan Palang Merah Nasional, namun sekali lagi upaya itu mendapat halangan dari Pemerintah Tentara Jepang sehingga untuk yang kedua kalinya rancangan tersebut kembali disimpan.
Proses pembentukan PMI dimulai 3 September 1945 saat itu Presiden Soekarno memerintahkan Dr Boentaran (Menkes RI Kabinet I) agar membentuk suatu badan Palang Merah Nasional.
Dibantu Panitia lima orang terdiri atas dr R Mochtar sebagai Ketua, dr Bahder Djohan sebagai Penulis dan tiga anggota panitia yaitu dr Djoehana Wiradikarta, dr Marzuki, dr Sitanala, mempersiapkan terbentuknya Perhimpunan Palang Merah Indonesia. Tepat sebulan setelah kemerdekaan RI, 17 September 1945, PMI terbentuk. Peristiwa bersejarah tersebut hingga saat ini dikenal sebagai Hari PMI.
Peran PMI adalah membantu pemerintah di bidang sosial kemanusiaan, terutama tugas kepalangmerahan sebagaimana dipersyaratkan dalam ketentuan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 yang telah diratifikasi oleh pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1958 melalui UU No 59.
Sebagai perhimpunan nasional yang sah, PMI berdiri berdasarkan Keputusan Presiden No 25 tahun 1925 dan dikukuhkan kegiatannya sebagai satu-satunya organisasi perhimpunan nasional yang menjalankan tugas kepalangmerahan melalui Keputusan Presiden No 246 tahun 1963.

Kemanusiaan dan Kerelawanan

Dalam berbagai kegiatan PMI komitmen terhadap kemanusiaan seperti Strategi 2010 berisi tentang memperbaiki hajat hidup masyarakat rentan melalui promosi prinsip nilai kemanusiaan, penanggulangan bencana, kesiapsiagaan penanggulangan bencana, kesehatan dan perawatan di masyarakat, Deklarasi Hanoi (United for Action) berisi penanganan program pada isu-isu penanggulangan bencana, penanggulangan wabah penyakit, remaja dan manula, kemitraan dengan pemerintah, organisasi dan manajemen kapasitas sumber daya serta humas dan promosi, maupun Plan of Action merupakan keputusan dari Konferensi Palang Merah dan Bulan Sabit Merah ke-27 di Jenewa Swiss tahun 1999.

Dalam konferensi tersebut Pemerintah Indonesia dan PMI sebagai peserta menyatakan ikrar di bidang kemanusiaan.

Hal ini sangat sejalan dengan tugas pokok PMI adalah membantu pemerintah Indonesia di bidang sosial kemanusiaan terutama tugas-tugas kepalangmerahan yang meliputi: Kesiapsiagaan Bantuan dan Penanggulangan Bencana, Pelatihan Pertolongan Pertama untuk Sukarelawan, Pelayanan Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat, Pelayanan Transfusi Darah. Kinerja PMI dibidang kemanusiaan dan kerelawanan mulai dari tahun 1945 sampai dengan saat ini antara lain sebagai berikut:

1. Membantu saat terjadi peperangan/konflik. Tugas kemanusiaan yang dilakukan PMI pada masa perang kemerdekaan RI, saat pemberontakan RMS, peristiwa Aru, saat gerakan koreksi daerah melalui PRRI di Sumbar, saat Trikora di Irian Jaya, Timor Timur dengan operasi kemanusiaan di Dilli, pengungsi di Pulau Galang.

2. Membantu korban bencana alam. Ketika gempa terjadi di Pulau Bali (1976), membantu korban gempa bumi (6,8 skala Richter) di Kabupaten Jayawijaya, bencana Gunung Galunggung (1982), Gempa di Liwa-Lampung Barat dan Tsunami di Banyuwangi (1994), gempa di Bengkulu dengan 7,9 skala Richter (1999), konflik horizontal di Poso-Sulteng dan kerusuhan di Maluku Utara (2001), korban gempa di Banggai di Sulawesi Tengah (2002) dengan 6,5 skala Richter, serta membantu korban banjir di Lhokseumawe Aceh, Gorontalo, Nias, Jawa Barat, Tsunami di Nangroe Aceh Darussalam, Pantai Pangandaran, dan gempa bumi di DI Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah. Semua dilakukan jajaran PMI demi rasa kemanusiaan dan semangat kesukarelawanan yang tulus membantu para korban dengan berbagai kegiatan mulai dari pertolongan dan evakuasi, pencarian, pelayanan kesehatan dan tim medis, penyediaan dapur umum, rumah sakit lapangan, pemberian paket sembako, pakaian pantas pakai dan sebagainya.

3. Transfusi darah dan kesehatan. Pada tahun 1978 PMI memberikan penghargaan Pin Emas untuk pertama kalinya kepada donor darah sukarela sebanyak 75 kali. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1980 telah diatur tentang tugas dan peran PMI dalam pelayanan transfusi darah. Keberadaan Unit Transfusi Darah PMI diakui telah banyak memberikan manfaat dan pertolongan bagi para pasien/penderita sakit yang sangat membutuhkan darah. Ribuan atau bahkan jutaan orang terselamatkan jiwanya berkat pertolongan Unit Transfusi Darah PMI. Demikian pula halnya dengan pelayanan kesehatan, hampir di setiap PMI di berbagai daerah memiliki poliklinik secara lengkap guna memberikan pelayanan kepada masyarakat secara murah.

Basis Masyarakat

Guna mengantisipasi berbagai kemungkinan yang terjadi pada saat-saat yang akan datang saat ini PMI tengah mengembangkan Program Community Based Disarter Preparedness (Kesiapsiagaan Bencana Berbasis Masyarakat). Program ini dimaksudkan mendorong pemberdayaan kapasitas masyarakat untuk menyiagakan dalam mencegah serta mengurangi dampak dan risiko bencana yang terjadi di lingkungannya. Hal ini sangat penting karena masyarakat sebagai pihak yang secara langsung terkena dampak bila terjadi bencana.
Selain itu di Palang Merah Indonesia juga marak di selenggarakan pelatihan untuk Pertolongan Pertama Berbasis Masyarakat (Community Based First Aid/ CBFA)
Pada dasarnya seluruh gerakan kepalangmerahan haruslah berbasis masyarakat, ujung tombak gerakan kepalangmerahan adalah unsur unsur kesukarelaan seperti Korps Sukarela atau KSR maupun Tenaga Sukarela atau TSR dan juga Palang Merah Remaja atau PMR dan seluruh unsur ini selalu berbasis pada anggota masyarakat sesuai salah satu prinsip kepalangmerahan yaitu kesemestaan

7 Prinsip Dasar Gerakan Palang Merah Internasional dan Bulan Sabit Merah Internasional
1. Kemanusiaan (humanity)
2. Kesamaan (impartiality)
3. Kemandirian (independence
4. Kesukarelaan (voluntary service)
5. Kesatuan (unity)
6. Kenetralan (neutrality)
7. Kesemestaan (universality)

Mars-Mars PMI

Hymne Palang Merah Indonesia

Hymne PMI
Palang merah Indonesia
Wujud kepedulian nyata
Nurani yang suci
Untuk membantu menolong sesama
PMI
Siaga setiap waktu
Berbakti, dan mengabdi
Bagi hidup manusia
Agar sehat sejahtera di seluruh dunia

Mars Palang Merah Indonesia

Mars PMI
Palang Merah Indonesia
Sumber kasih umat manusia
Warisan luhur, nusa dan bangsa
Wujud nyata pengayom Pancasila
Gerak juangnya keseluruh nusa
Mendarmakan bhakti bagi ampera
Tunaikan tugas suci tujuan PMI
Di Persada Bunda Pertiwi
Untuk umat manusia
Di seluruh dunia
PMI menghantarkan jasa
Lagu yang pertama kali dikumandangkan tahun 1967 ini adalah ciptaan Mochtar H. S. yang adalah seorang tokoh PMI yang terkemuka waktu itu. Lagu ini juga menandai pembentukan Palang Merah Remaja (PMR) Kudus. PMR Kudus merupakan yang kedua di Indonesia setelah Bandung. Bisa dibayangkan, PMI Kudus pada masa itu adalah cabang terkemuka di Indonesia.

Mars Palang Merah Remaja

Bhakti PMR
Palang Merah Remaja Indonesia warga Palang Merah sedunia
Berjuang berbakti penuh kasih sayang untuk rakyat semua
Bekerja dengan rela tulus ikhlas untuk yang tertimpa sengsara
Puji dan puja tidak dikejar… mengabdi tuk sesama…

Putra Putri Palang Merah Remaja Indonesia
Abdi rakyat sedunia luhur budinya
Putra Putri Palang Merah Remaja Indonesia
Abdi rakyat sedunia mulya citanya

Jumat, 22 Januari 2010

Salah satu sistem klasifikasi tanah yang sekarang banyak dipergunakan di beberapa negara adalah sistem klasifikasi tanah yang dikembangkan oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), yang disebut soil taxonomy atau taksonomi tanah. Berdasarkan perkembangan system klasifikasi taksonomi tanah, sampai edisi terakhir tahun 2006 (karena sistem taksonomi tanah sifatnya terbuka, sehingga memungkinkan klasifikasi yang satu ini terus berkembang), di dunia telah teridentifikasi sejumlah 12 ordo tanah. Ordo adalah suatu tingkat golongan atau kelompok tanah pada hierarki tertinggi (golongan tanah yang paling global). Ordo-ordo tanah beserta garis besar karakteristik dan penyebarannya adalah sebagai berikut:

1. Alfisol, yaitu tanah-tanah yang menyebar di daerah-daerah semiarid (beriklim kering sedang) sampai daerah tropis (lembap).Tanah ini terbentuk dari proses-proses pelapukan, serta telah mengalami pencucian mineral liat dan unsur-unsur lainnya dari bagian lapisan permukaan ke bagian subsoilnya (lapisan tanah bagian bawah), yang merupakan bagian yang menyuplai air dan unsur hara untuk tanaman. Tanah ini cukup produktif untuk pengembangan berbagai komoditas tanaman pertanian mulai tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan. Tingkat kesuburannya (secara kimiawi) tergolong baik. pH-nya rata-rata mendekati netral. Di seluruh dunia diperkirakan Alfisol penyebarannya meliputi 10% daratan.

2. Andisol, yaitu tanah yang pembentukannya melalui proses-proses pelapukan yang menghasilkan mineral-mineral dengan struktur kristal yang cukup rapih. Mineral-mineral ini mengakibatkan Andisol memiliki daya pegang terhadap unsur hara dan air yang tinggi. Tanah ini umumnya dijumpai di daerah-daerah yang dingin (pada ketinggian di atas 1000 m dpl) dengan tingkat curah hujan yang sedang sampai tinggi, terutama daerah-daerah yang ada hubungannya dengan material volkanik.
Andisol cenderung menjadi tanah yang cukup produktif, terutama setelah diberi masukan amelioran (seperti pupuk anorganik). Andisol seringkali dimanfaatkan orang untuk pengembangan pertanian tanaman pangan dan sayur-sayuran atau bunga-bungaan (seperti di daerah Lembang Kabupaten Bandung). Andisol diperkirakan meliputi sekitar 1% dari luas permukaan daratan dunia di luar daratan es.

3. Aridisol, adalah tanah-tanah yang berada di daerah-daerah dengan tingkat kekeringan yang ekstrem (sangat kering), bahkan sekalipun untuk petumbuhan vegetasi-vegetasi mesopit (seperti rumput). Sehubungan dengan lingkungannya yang kering, Aridisol termasuk sangat sulit dimanfaatkan sebagai lahan untuk bercocok tanam, terutama apabila sumber air untuk irigasi tidak tersedia (air tanah atau sungai).
Aridisol umumnya dijumpai di padang-padang pasir dunia, dan diperkirakan luasnya mencakup sekitar 12% dari daratan bumi (di luar daratan es).

4. Entisol terjadi di daerah dengan bahan induk dari pengendapan material baru atau di daerah-daerah tempat laju erosi atau pengendapan lebih cepat dibandingkan dengan laju pembentukan tanah; seperti daerah bukit pasir, daerah dengan kemiringan lahan yang curam, dan daerah dataran banjir. Pertanian yang dikembangkan di tanah ini umumnya adalah padi sawah secara monokultur atau digilir dengan sayuran/palawija. Entisol diperkirakan terdapat sekitar 16% dari permukaan daratan bumi, di luar daratan es.

5. Gelisol, adalah tanah yang terbentuk dalam lingkungan permafrost (lingkungan yang sangat dingin). Dinamakan Gelisol, karena terbentuknya dari material Gelic (campuran bahan mineral dan organik tanah yang tersegregasi es pada lapisan yang aktif). Belum banyak penelitian yang dilakukan terhadap jenis tanah ini, dan sehubungan dengan kondisinya yang berada pada iklim yang ekstrim, diperkirakan tidak ada Gelisol yang dimanfaatkan sebagai lahan pertanaman. Diperkirakan penyebarannya meliputi sekitar 9% daratan permukaan bumi.

6. Histosol (gambut), merupakan tanah yang mengandung bahan organik tinggi dan tidak mengalami permafrost. Kebanyakan selalu dalam keadaan tergenang sepanjang tahun, atau telah didrainase oleh manusia. Histosol biasa disebut sebagai gambut. Terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan, sampah hutan, atau lumut yang cepat membusuk yang terdekomposisi dan terendapkan dalam air. Penggunaan Histosol paling ekstensif adalah sebagai lahan pertanian, terutama untuk tanaman sayur-sayuran seperti buncis, kacang panjang, bayam, dan lain-lain. Histosol menyusun sekitar 1% dari daratan dunia.

7. Inceptisol, adalah tanah-tanah yang menyebar mulai di lingkungan iklim semiarid (agak kering) sampai iklim lembap. Memiliki tingkat pelapukan dan perkembangan tanah yang tergolong sedang . Umumnya tanah ini bekembang dari formasi geologi tuff volkan, namun ada juga sebagian yang terbentuk dari batuan sedimen seperti batu pasir (sandstone), batu lanau (siltstone), atau batu liat (claystone).
Pemanfaatannya pun oleh manusia bervariasi sangat luas pula, mulai untuk bercocok tanam hortikultura tanaman pangan, sampai dikembangkan sebagai lahan-lahan perkebunan besar seperti sawit, kakao, kopi, dan lain sebagainya, bahkan pada daerah-daerah yang eksotis, dikembangkan pula untuk agrowisata. Inceptisol menyusun sekitar 17% dari tanah dunia diluar daratan es.

8. Mollisol, adalah tanah yang mempunyai horison (lapisan) permukaan berwarna gelap yang mengandung bahan organik yang tinggi. Tanah ini kaya akan kation-kation basa, oleh karena itu tanah ini juga tergolong sangat subur. Mollisol secara karakter terbentuk di bawah rumput dalam iklim yang sedang. Tanah ini tersebar luas di daerah-daerah stepa di Eropa, Asia, Amerika Utara, dan Amerika Selatan.
Walaupun dikatakan subur (dengan kondisi yang dijelaskan di atas), namun intensitas pengelolaan dan pemanfaatannya relatif masih rendah. Mollisol diperkirakan meliputi luasan sekitar 7% dari tanah dunia.

9. Oxisol, adalah tanah yang telah mengalami pelapukan tingkat lanjut di daerah-daerah subtropis dan tropis. Kandungan tanah ini didominasi oleh mineral-mineral dengan aktivitas rendah, seperti kwarsa, kaolin, dan besi oksida. Tanah ini memiliki kesuburan alami yang rendah. Reaksi jenis tanah ini adalah masam, kandungan Al yang tinggi, unsur hara rendah, sehingga diperlukan pengapuran dan pemupukan serta pengelolaan yang baik agar tanah dapat menjadi produktif dan tidak rusak. Oxisol meliputi sekitar 8% dari daratan dunia. Adapun di Indonesia, banyak dijumpai di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.

10. Spodosol merupakan tanah yang terbentuk dari proses-proses pelapukan yang di dalamnya terdapat lapisan iluviasi (penumpukan) bahan organik berkombinasi dengan aluminium (dengan atau tanpa besi). Tanah ini cenderung tidak subur (kurus unsur hara) dengn pH masam. Sebaiknya tanah Spodosol tidak dijadikan lahan pertanian, tetapi tetap dibiarkan sebagai hutan. Selain kesuburannya rendah, tanah ini juga peka terhadap erosi karena teksturnya berpasir sehingga cenderung gembur (remah). Spodosol menyusun sekitar 4% lahan-lahan di dunia.

11. Ultisol, adalah tanah-tanah yang terbentuk di daerah yang lembap. Mengingat beberapa kendala dari tanah Ultisol, baik ditinjau dari segi fisik, kimia, maupun biologinya, maka tanah ini sebaiknya tidak digunakan untuk pertanian tanaman pangan terlalu intensif, dalam arti jangan ditanami tanaman semusim sepanjang tahun, tetapi perlu diselingi dengan tanaman pupuk hijau, serta lebih ditingkatkan penggunaan dan penanaman berbagai jenis tanaman leguminosa.Ultisol diperkirakan meliputi sekitar 8% dari lahan-lahan di dunia.

12. Vertisol, adalah tanah yang memiliki sifat khusus, yakni mempunyai sifat vertik, karena mengandung banyak mineral liat yang mudah mengembang apabila basah atau lembap, tetapi kembali mengerut apabila kering. Akibatnya, tanah ini seringkali mengalami perubahan volume dengan berubahnya kelembapan. Oleh karena itu, tanah ini dicirikan mempunyai rekahan yang membuka dan menutup secara periodik. Sifat fisiknya yang konsisten keras, menjadikan tanah ini termasuk berat untuk diolah. Tanah ini diperkirakan meliputi 2% dari daratan di dunia.
ILMU TANAH PERTANIAN


Definisi Tanah (Berdasarkan Pengertian yang Menyeluruh)

Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh & berkembangnya perakaran penopang tegak tumbuhnya tanaman dan menyuplai kebutuhan air dan udara; secara kimiawi berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi (senyawa organik dan anorganik sederhana dan unsurunsur esensial seperti: N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn, B, Cl); dan secara biologi berfungsi sebagai habitat biota (organisme) yang berpartisipasi aktif dalam penyediaan hara tersebut dan zat-zat aditif (pemacu tumbuh, proteksi) bagi tanaman, yang ketiganya secara integral mampu menunjang produktivitas tanah untuk menghasilkan biomass dan produksi baik tanaman pangan, tanaman obat-obatan, industri perkebunan, maupun kehutanan.

Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari butiran (zarah) ataupun agregat dari mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara-bahan organic yang te kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk yang berpartikel pada disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang kosong di atara partikel-partikel padat Berdasarkan luasnya pengertian tanah, maka sudah sewajarnya ilmu tanah merupakan ilmu pengetahuan alam yang berdiri sendiri. Tanah, sebagaimana diperbincangkan dalam Ilmu Tanah (Soil Science), terkandung bahan-bahan jasad hidup (organik) dan bahan-bahan bukan dari jasad hidup (anorganik) yang lazimnya disebut pelikan (mineral). Dimana bahan-bahan anorganik dapat mendukung jasad hidup. Jasad hidup dapat mempertahankan dan mengembangkan dirinya apabila dalam tanah itu tersedia unsur hara, air, dan udara yang cukup.

Butiran-butiran (zarah) mineral yang membentuk bagian padat dari tanah merupakan hasil pelapukan batuan. Ukuran setiap zarah padat tersebut sangat bervariasi dan sifat-sifat fisik dari tanah banyak tergantung dari faktor ukuran, bentuk, dan komposisi kimia dari zarah. Untuk lebih jelasnya tentang faktor-faktor tersebut, harus lebih jelasnya tentang faktor-faktor tersebut, harus lebih dahulu mengenal tipe yang membentuk batuan, dan proses pelapukan. Berdasarkan asal mula pembentukannya, batuan dapat dibagi menjadi tipe-tipe dasar yaitu: batuan beku (Igneous rocks), batuan sedimen (sedimentary rocks), dan batuan metamorf (metamorphic rocks). Batuan yang ada di permukaan bumi ini mengalami siklus seperti halnya yang terjadi pada siklus hidrologi, siklus geologi ataupun siklus-siklus yang lain. Siklus yang terjadi pada batuan terjadi dalam waktu yang sangat lama.

Horizon Tanah

Tanah Horizons (lapisan): Tanah terdiri dari lapisan berbeda horisontal, pada lapisan yang disebut horizons. Mereka mulai dari kaya, organik lapisan atas (humus dan tanah) ke lapisan yang rocky (lapisan tanah sebelah bawah, dan regolith bedrock).

Jika kita ingin mengenal dan mempelajari ujud dan sifat-sifat tanah sesuai aslinya di lapanan, dapat kita buat lobang pada tanah. Ternyata merupakan tubuh alam tiga demensi, yaitu mempunyai penyebaran ke arah vertikal dan ke arah horizontal. Penyebaran ke arah vertikal dari permukaan sampai berbatasan dengan lapisan batuan induk, sedangkan ke arah horizontal mengikuti topografi permukaan bumi. Penampang vertikal tanah yang kurang lebih sejajar dengan permukaan tanah disebut “horizon tanah”. Adapun susunan dan lapisan tanah (horizon tanah) adalah seperti dalam gambar di bawah ini :

Susunan Horizon Tanah



• O Horizon - Bagian atas, lapisan tanah organik, yang terdiri dari humus daun dan alas (decomposed masalah organik).
• A Horizon - juga disebut lapisan tanah, yang ditemui di bawah cakrawala O dan E di atas cakrawala. Bibit akar tanaman tumbuh dan berkembang dalam lapisan warna gelap. Itu terdiri dari humus (decomposed masalah organik) dicampur dengan partikel mineral.
• E Horizon - Ini eluviation (leaching) adalah lapisan warna terang dalam hal ini adalah lapisan bawah dan di atas A Horizon B Horizon. Hal ini terdiri dari pasir dan lumpur, setelah kehilangan sebagian besar dari tanah liat dan mineral sebagai bertitisan melalui air tanah (dalam proses eluviation).
• B Horizon - juga disebut lapisan tanah sebelah bawah - ini adalah lapisan bawah dan di atas E Horizon C Horizon. Mengandung tanah liat dan mineral deposit (seperti besi, aluminium oxides, dan calcium carbonate) yang diterima dari lapisan di atasnya ketika mineralized bertitisan air dari tanah di atas.
• C Horizon - juga disebut regolith: di lapisan bawah dan di atas Horizon B R Horizon. Terdiri dari sedikit rusak bedrock-up. Tanaman akar tidak menembus ke dalam lapisan ini, sangat sedikit bahan organik yang ditemukan di lapisan ini.
• R Horizon - The unweathered batuan (bedrock) yang lapisan bawah semua lapisan lainnya.


Lapisan atau horizon tanah tertentu suatu profil tanah umumnya mengandung banyak bahan organic dan berwarna kehitaman, berpori-pori/ rongga-rongga tanah lebih longgar, merupakan zone perakaran dan kegiatan organik (jasad hidup tanah). Lapisan tanah ini disebut lapisan tanah atas (top soil) atau sering disebut horizon A. Horizon O dan A umumnya menjadi satu kelompok lapisan tanah atas. Lapisan yang terletak di bawahnya, secara nisbi mengandung bahan organik yang berkurang, rongga-rongga lebih mampat, merupakan zone pengendapan koloid-koloid tanah yang tercuci dari lapisan di atasnya. Lapisan ini disebut dengan lapisan B dan C sebagai lapisan tanah bawah (sub soil). Hanya saja pada lapisan C lebih mendekati lapisan R. Sedangkan makin ke bawah keadaan rongga tanah makin rapat dan sampai pada lapisan R merupakan lapisan batuan induk (bed rock). Lapisan yang ada di atas batuan induk yang sudah mengalami pelapukan/penghancuran atau dari hasil pengangkutan dari tempat lain (mencakup lapisan A – C disebut Regolith. Regolith merupakan lapisan residual sumber bahan pelikan yang menjadi bahan induk tanah. Jenis regolith lainnya yang penting, yang terdiri dari bahan-bahan pelikan adalah regolith dari endapan bahan sungai, endapan glasial, endapan gelombang, dan endapan arus serta angin. Di suatu lokasi di mana terdapat satu jenis tanah tertentu, sifat-sifatnya mungkin tetap konstan sampai pada jarak tertentu ke semua jurusan. Daerah yang sifat-sifat tanahnya sama atau konstan, menyusun suatu tubuh tanah.

Fungsi Tanah

1.Tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran
2.Penyedia kebutuhan primer tanaman (air, udara, dan unsur-unsur hara)
3.Penyedia kebutuhan sekunder tanaman (zat-zat pemacu tumbuh: hormon, vitamin, dan asam-asam organik; antibiotik dan toksin anti hama; enzim yang dapat meningkatkan kesediaan hara)
4.Sebagai habitat biota tanah, baik yang berdampak positif karena terlibat langsung atau tak langsung dalam penyediaan kebutuhan primer dan sekunder tanaman tersebut, maupun yang berdampak negatif karena merupakan hama & penyakit tanaman.
Dua Pemahaman Penting tentang Tanah:
1.Tanah sebagai tempat tumbuh dan penyedia kebutuhan tanaman, dan
2.Tanah juga berfungsi sebagai pelindung tanaman dari serangan hama & penyakit dan dampak negatif pestisida maupun limbah industri yang berbahaya.

Profil Tanah

Profil Tanah adalah irisan vertikal tanah dari lapisan paling atas hingga ke batuan induk tanah.
Profil dari tanah yang berkembang lanjut biasanya memiliki horison-horison sbb: O – A – E – B - C – R.
Solum Tanah terdiri dari: O – A – E – B
Lapisan Tanah Atas meliputi: O – A
Lapisan Tanah Bawah : E – B

Keterangan:
O : Serasah / sisa-sisa tanaman (Oi) dan bahan organik tanah (BOT) hasil dekomposisi serasah (Oa)
A : Horison mineral ber BOT tinggi sehingga berwarna agak gelap
E : Horison mineral yang telah tereluviasi (tercuci) sehingga kadar (BOT, liat silikat,
Fe dan Al) rendah tetapi pasir dan debu kuarsa (seskuoksida) dan mineral resisten lainnya tinggi, berwarna terang
B : Horison illuvial atau horison tempat terakumulasinya bahan-bahan yang tercuci dari harison diatasnya (akumulasi bahan eluvial).
C : Lapisan yang bahan penyusunnya masih sama dengan bahan induk (R) atau belum terjadi perubahan
R : Bahan Induk tanah Kegunaan Profil Tanah
(1) untuk mengetahui kedalaman lapisan olah (Lapisan Tanah Atas = O - A) dan solum tanah (O – A – E – B)
(2) Kelengkapan atau differensiasi horison pada profil
(3) Warna Tanah

Komponen Tanah

4 komponen penyusun tanah :
(1) Bahan Padatan berupa bahan mineral
(2) Bahan Padatan berupa bahan organik
(3) Air
(4) Udara
Bahan tanah tersebut rata-rata 50% bahan padatan (45% bahan mineral dan 5% bahan
organik), 25% air dan 25% udara.

Senin, 09 November 2009

Proses Pengolahan Sagu

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Sagu adalah tanaman asli Indonesia, dan merupakan sumber pangan yang paling tua bagi masyarakat di berbagai daerah. Sagu diduga berasal dari Maluku dan Irian; karena itu sagu mempunyai arti khusus sebagai pangan tradisional bagi penduduk setempat. Hingga saat ini belum ada data pasti yang mengungkapkan kapan awal mula sagu ini dikenal. Diduga, budidaya sagu di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat sama kunonya dengan pemanfaatan kurma di Mesopotamia.

Di Kawasan Timur Indonesia, sagu sejak lama dipergunakan sebagai makanan pokok oleh sebagian penduduknya, seperti di Maluku, Papua, dan Sulawesi. Selain sebagai makanan pokok, sagu juga memiliki fungsi sosial ekonomi, bahkan memiliki fungsi adat dan budaya bagi masyarakat setempat.

Banyak dari para ahli memperkirakan bahwa pusat dan asal sagu (Metroxylon sp), khususnya Metroxylon rumphii Martius dan Metroxylon sagus Rottbol adalah Maluku dan Papua. Perkiraan ini berdasarkan penemuan hutan sagu yang luas di daerah tersebut, yang terdiri dari kedua spesies di atas dan jenis lain yang hampir mirip dengan species tersebut.

Tanaman sagu di Halmahera, Seram dan Buru menyebar ke arah utara sampai ke Mindanao; kemudian ke arah timur sampai ke Pulau Vanikoro; ke selatan sampai ke Kepulauan Aru, Pulau Damer dan Pulau Timor; dan ke arah barat sampai ke Pulau Sulawesi, terutama di pesisir timur. Selanjutnya menyebar ke Kalimantan, Pulau Natuna, Kepulauan Riau, Sumatera, pulau-pulau sebelah barat Sumatera, Jawa, Malaysia dan Singapura.




BAB II

PEMBAHASAN


Proses Pembuatan Tepung Sagu

Pada dasarnya, tepung sagu dibuat dari empulur batang sagu. Tahapan proses pembuatan tepung sagu secara umum meliputi: penebangan pohon, pemotongan dan pembelahan, penokokan atau pemarutan, pemerasan, penyaringan, pengendapan dan pengemasan.

Ditinjau dari cara dan alat yang digunakan, pembuatan tepung sagu yang dilakukan di daerah-daerah penghasil sagu di Indonesia saat ini dapat dikelompokkan atas cara tradisional, semi-mekanis dan mekanis.

a. Pembuatan Tepung Sagu secara Tradisional

Pada umumnya cara ini banyak dijumpai di Maluku, Papua, Sulawesi dan Kalimantan. Pengambilan tepung sagu secara tradisional umumnya diusahakan oleh penduduk setempat, dan digunakan sebagai bahan makanan pokok sehari-hari.

Penebangan pohon sagu dilakukan secara gotong-royong dengan menggunkan peralatan sederhana, seperti parang atau kampak. Selanjutnya, batang sagu dibersihkan dan dipotong-potong sepanjang 1- 2 meter; kemudian potongan-potongan ini dibelah dua. Empulur batang yang mengandung tepung dihancurkan dengan alat yang disebut nanni; dan pekerjaan menghancurkan empulur sagu ini disebut menokok. Penokokan empulur dikerjakan sedemikian rupa sehingga empulur cukup hancur dan pati mudah dipisahkan dari serat-serat empulur. Empulur yang telah ditokok akan berwarna kecoklatan bila disimpan di udara terbuka dalam waktu lebih dari sehari. Oleh karena itu, empulur yang ditokok dalam satu hari harus diatur sedemikian rupa agar pemisahan tepung dapat diselesaikan pada hari yang sama. Penokokan dapat dilanjutkan pada hari berikutnya sampai seluruh batang habis ditokok. Dengan cara tradisional ini, penokokan satu pohon sagu dapat diselesaikan dalam waktu 1 – 3 minggu.

Empulur hasil tokokan kemudian dipisahkan untuk dilarutkan dan disaring tepungnya di tempat tersendiri. Pelarutan tepung sagu dilakukan dengan cara peremasan dengan tangan, dan dibantu dengan penyiraman air. Di beberapa daerah, air yang digunakan berasal dari rawa-rawa yang ada di lokasi tersebut. Di Maluku, tempat pelarutan tepung sagu disebut sahani, yang terbuat dari pelepah sagu dan pada ujungnya diberi sabut kelapa sebagai penyaring.

Tepung sagu yang terlarut kemudian dialirkan dengan menggunakan kulit batang sagu yang telah diambil empulurnya. Tepung sagu ini kemudian diendapkan, dan dipisahkan dari airnya.

Tepung yang diperoleh dari cara tradisional ini masih basah, dan biasanya dikemas dalam anyaman daun sagu yang disebut tumang; di Luwu Sulawesi Selatan disebut balabba dan di Kendari disebut basung. Sagu yang sudah dikemas ini kemudian disimpan dalam jangka waktu tertentu sebagai persediaan pangan rumah tangga; dan sebagian lainnya dijual.

Karena sagu yang sudah dikemas ini masih basah, maka penyimpanan hanya dapat dilakukan selama beberapa hari. Biasanya, cendawan atau mikroba lainnya akan tumbuh, dan mengakibatkan tepung sagu berbau asam setelah beberapa hari penyimpanan.

b. Pembuatan Tepung Sagu secara Semi-mekanis

Pembuatan tepung sagu secara semi-mekanis pada prinsipnya sama dengan cara tradisional. Perbedaannya hanyalah pada penggunaan alat atau mesin pada sebagian proses pembuatan sagu dengan cara semi-mekanis ini. Misalnya, pada proses penghancuran empulur digunakan mesin pemarut; pada proses pelarutan tepung sagu digunakan alat berupa bak atau tangki yang dilengkapi dengan pengaduk mekanik; dan pada proses pemisahan tepung sagu digunakan saringan yang digerakkan dengan motor diesel.

Cara semi-mekanis ini banyak digunakan oleh penghasil sagu di daerah Luwu Sulawesi Selatan, dan daerah Riau, khususnya di daerah Selat Panjang.

Secara umum, cara semi-mekanis ini diawali dengan memotong-motong pohon sagu yang telah ditebang, dengan ukuran 0,5-1 meter. Potongan-potongan ini kemudian dikupas kulitnya, dibelah-belah, dan diparut. Selanjutnya, hasil parutan ditampung dalam bak kayu yang dilengkapi dengan pengaduk yang berputar secara mekanis. Pengadukan biasanya dilakukan dalam dua tahap, dengan tujuan agar seluruh tepung terlepas dari serat-seratnya. Selanjutnya campuran yang terdiri dari serat-serat, tepung dan air dialirkan ke saringan silinder berputar yang terdiri dari beberapa tingkat. Hasil penyaringan berupa bubur ditampung dalam bak-bak kayu untuk proses pengendapan tepung. Endapan tepung ini kemudian dicuci kembali dalam bak atau tangki yang dilengkapi pengaduk, dan diendapkan lebih lanjut. Tepung sagu basah yang diperoleh kemudian dijemur dan digiling dengan alat penggiling (grinder). Selanjutnya, tepung yang sudah digiling dimasukkan ke dalam karung-karung goni, dan siap untuk dipasarkan.


c. Pembuatan Tepung Sagu secara Mekanis

Pada pembuatan tepung sagu secara mekanis ini, urut-urutan prosesnya sama dengan cara semi-mekanis. Akan tetapi, pembuatan tepung sagu dengan cara mekanis ini dilakukan melalui suatu sistem yang kontinyu, dan biasanya dalam bentuk sebuah pabrik pengolahan. Untuk mempercepat prosesnya pada pabrik-pabrik yang sudah modern, seperti di Sarawak Malaysia, proses pengendapan tepung dilakukan dengan menggunakan alat centrifuge atau spinner; dan pengeringannya dilakukan dengan menggunakan alat pengering buatan. Produk tepung sagu yang dihasilkan dari pabrik-pabrik pengolahan ini adalah berupa tepung kering, sehingga memiliki daya simpan yang lebih lama.


Ciri-ciri dan Sifat Tepung Sagu

Tepung sagu merupakan salah satu sumber kalori; dan juga mengandung beberapa komponen lain, seperti mineral fosfor. Jumlah kalori dan kandungan kimia dari setiap 100 gram tepung sagu. Komponen yang paling dominan dalam tepung sagu adalah pati. Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan bahan makanan. Pati ini berupa butiran atau granula yang berwarna putih mengkilat, tidak berbau, dan tidak mempunyai rasa. Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam sesuai dengan sumbernya, seperti telihat pada Gambar 4. Pati sagu berbentuk elips lonjong, dan berukuran relatif lebih besar dari pati serealia.



Pemanfaatan Tepung Sagu

Bagi sebagian masyarakat Indonesia seperti penduduk di Papua dan Maluku, dan sebagian Sulawesi seperti Kendari dan Luwu/Palopo, sagu merupakan pangan utama sejak zaman dahulu. Demikian pula, pemanfaatan sagu untuk pembuatan makanan tradisional sudah lama dikenal oleh penduduk di daerah-daerah penghasil sagu baik di Indonesia maupun di Papua Nugini dan Malaysia. Beberapa jenis produk makanan tradisional dari sagu, antara lain adalah papeda, sagu lempeng, buburnee, sinoli, bagea, sinonggi dan sebagainya.

Tepung sagu juga dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan makanan yang lebih moderen. Jenis-jenis makanan yang terbuat dari tepung-tepungan pada umumnya berbahan baku tepung terigu, tapioka atau tepung beras atau bahan-bahan lain yang sejenis. Jenis-jenis makanan seperti itu sudah dikenal secara luas oleh masyarakat, bersifat lebih komersial dan diproduksi dengan alat semi-mekanis atau mekanis. Beberapa contohnya adalah roti, biskuit, mie, sohun, kerupuk, bihun dan sebagainya.

Seperti halnya dengan jenis karbohidrat lainnya, tepung sagu juga dapat dimanfaatkan dan digunakan sebagai bahan utama maupun sebagai bahan tambahan dalam berbagai jenis industri, seperti industri pangan, industri makanan ternak, industri kertas, industri perekat, industri kosmetika, industri kimia, dan industri energi. Dengan demikian pemanfaatan dan pendayagunaan sagu dapat menunjang berbagai macam industri, baik industri kecil, menengah maupun industri teknologi tinggi.

Dalam pemanfaatannya dalam industri-industri tersebut, tepung sagu dapat langsung digunakan tanpa harus dimodifikasi terlebih dahulu. Akan tetapi dalam beberapa hal, tepung sagu perlu dimodifikasi terlebih dahulu sebelum dapat diaplikasikan. Modifikasi ini dapat dilakukan secara fisik maupun kimia, dan menghasilkan berbagai jenis produk, seperti dekstrin, glukosa, fruktosa, etanol, asam-asam organik, protein sel tunggal, dan senyawa kimia lainnya. Produk-produk ini kemudian dimanfaatkan untuk bahan baku maupun pendukung dalam industri-industri tersebut.

Permasalahan dalam Pengembangan Agroindustri Tepung Sagu


Dalam pengembangan agroindustri, pada umumnya memiliki permasalahan yang sama yaitu bahan baku, dimana sifat produk pertanian yang cepat busuk, berukuran besar juga bersifat musiman. Demikian pula permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan agroindustri tepung sagu menjadi mie sagu. Dalam pengembangan agroindustri tepung sagu menjadi mie sagu, bahan baku sagu tidak begitu bermasalah, karena sagu merupakan salah satu komoditi khas Sulawesi Tenggara dan harganya pun tergolong rendah dibandingkan bahan baku lain yang merupakan sumber karbohidrat. Namun yang menjadi permasalahan lain setelah sanitasi selama pengolahan dan permodalan yaitu pasar. Dimana, produk dari sagu ini tergolong baru dimasyarakat dan mie yang dihasilkan memiliki aroma khas yang kurang disukai. Hal tersebut merupakan kelemahan dari pengembangan agroindustri tepung sagu khususnya untuk pembuatan mie sagu

UpayaPenanggulangan
Permasalahan yang dihadapi dalam rangka pengembangan agroindustri pengolahan tepung sagu menjadi mie sagu dapat dilakukan denga beberapa upaya penanggulangan sesuai dengan permasalah yang dihadapi.

Penggunaan air bersih dan sanitasi selama proses pengolahan memberikan mutu mie yang lebih baik. Ini ditandai dengan hilangnya bahan yang kurang sedap. Hasil lainnya, penurunan bahan tambahan dapat memperbaiki hasil mie sagu dengan proses yang higienis.
Masalah permodalan dapat diatasi dengan melakukan pinjaman. Dengan membenahi manajemen perusahaan, dikarenakan pihak perbankkan mennsyaratkan 5C (capital, capasity, colateral, carakter dan condition) untuk memberikan pinjaman kepada perusahaan.
Untuk memperkenalkan produk baru kepada masyarakat, dibutuhkan analisis pasar sehingga dapat diketahui seberapa besar kekuatan produk yang dipasarkan dibandingkan dengan produk lain yang sejenis (mie yang terbuat dari bahan baku gandum). Untuk itu, diperlukan kerjasama yang dinergis antara pengussaha, peneliti lokal dan pemerintah dalam mensosialisasikan produk tersebut sebagai salah satu produk unggulan daerah

Analisis Kelayakan
a. Analisis Teknis
1) Lokasi Perusahaan
Penentuan lokasi yang tepat akan meminimumkan beban biaya, baik biaya investasi maupun biaya eksploitasi. Lokasi usaha ini direncanakan terletak di Kabupaten Konawe dengan memperhatikan beberapa variabel yaitu :
Ketersediaan bahan baku
Bahan baku merupakan komponen yang amat penting dari keseluruhan proses operasi perusahaan. Variabel ini merupakan variabel dominan dalam penentuan lokasi pabrik.
Suhubuangan dengan bahan mentah, beberapa hal yang perlu diperhatikan :
Jumlah kebutuhan bahan bakuû
Kelayakan harga bahan baku, baik sekarang maupun masa datangû
Kapasitas, kualitas dengan kontinuitas sumber bahan bakuû
Biaya pengangkutanû
Letak pasar yang dituju
Letak pasar sebaiknya dekat dengan lokasi pabrik sehingga dapat meminimumkan biaya pengangkutan, juga penyimpanan.
Selian itu, hal yang perlu diperhatikan yaitu daya beli konsumen, pesaing dan beberapa data tentang analisa aspek pasar.
Tenaga listrik dan air
Ketersediaan listrik dan air yang cukup sangat diperlukan untuk kelncaran proses produksi
Suplly tenaga kerja
Tersediannya tenaga kerja, baik tenaga kerja terdidik maupun terlatih akan berpengaruh terhadap biaya produksi yang ditanggung perusahaan
Fasilitas transportasi
Fasilitas transportasi ini berkaitan erat dengan pertimbangan bahan mentah dan pertimbangan pasar. Jika lokasi mendekati sumber bahan mentah, maka fasilitas transportasi terutama diperhitungkan dalam kaitannya dengan ongkos transportasi menuju pasar, dari sumber bahan mentah ke lokasi pabrik, demikian pula sebaliknya.
2) Luas Produksi
Luas produksi adalah jumlah produk yang seharusnya diproduksi untuk mencapai keuntungan yang optimal
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penentuan luas produksi ini adalah
Batasan permintaan yang telah diketahui terlebih dahulu dalam perhitungan market share
Tersediannya kapasitas mesin-mesin
Jumlah dan kemampuan tenaga kerja pengelola proses produksi
Kemampuan finansial dan manajemen
Kemungkinan adanya perubahan teknologi produksi dimasa yang akan datang
b. Analisis Ekonomi
1). Biaya Investasi
No Uraian Jlm Kebutuhan Harga Satuan (Rp.000) Jumlah (Rp. 000) Masa Pakai (Tahun) Nilai Penyusutan (Rp. 000)
1 Bangunan 100 m2 10 1,000 10 100
2 Mesin
- Penggiling 1 500 500 3 167
- Mixer 1 300 300 2 150
3 Peralatan
- Baskom 5 50 250 1 250
- Pisau 3 5 15 1 15
- Panci 5 250 1,250 1 1,250
- Kompor 3 500 1,500 1 1,500
- Meja 2 400 800 3 267
Total biaya investasi 5,615 3,698

2). Biaya Operasional
a). Biaya Tetap
No Uraian Biaya Tahunan (Rp. 000)
I II III IV V
1 Penyusutan investasi 3,698 3,698 3,698 3,698 3,698
2 Perawatan 3% investasi 168 168 168 168 168
3 Izin Usaha 0.5% investasi 28 28 28 28 28
4 Gaji dan Honor
- 5 orang karyawan 24,000 24,000 24,000 24,000 24,000
Total biaya tetap 3,919 3,919 3,919 3,919 3,919

b). Biaya Tidak Tetap
No Uraian Biaya Tahunan (Rp. 000)
I II III IV V
1 Bahan baku (sagu) 7,200 9,000 10,800 12,000 15,000
2 Bahan penunjang 1,000 1,200 1,500 1,700 2,000
3 Listrik + Air 1,000 1,200 1,500 1,700 2,000
4 Bahan bakar 3,600 3,840 4,080 4,320 4,560
5 Biaya transportasi 300 350 500 700 750
Total biaya tidak tetap 13,100 15,590 18,380 20,420 24,310
3). Pendapatan
No Uraian Pendapatan Tahunan (Rp. 000)
I II III IV V
1 Penjualan Rp. 2500/kg 37,800 44,625 56,700 63,000 78,750
2 Biaya tetap 3,919 3,919 3,919 3,919 3,919
3 Biaya tidak tetap 13,100 15,590 18,380 20,420 24,310
4 Pendapatan sebelum pajak 20,781 25,116 34,401 38,661 50,521
5 Pajak 10% 2,078 2,512 3,440 3,866 5,052
6 Pendapatan bersih 18,703 22,605 30,961 34,795 45,469

Kelayakan Finansial
Kriteria Kelayakan Nilai Kriteria Keterangan
NPV + (i = 12.5%)
NPV – (i = 12.5%)
NBCR
GBCR
IRR (%)
Payback period
BEP Penjualan
BEP Harga
BEP Produksi 10.893
5.965
1.83
1.096
41.7
2 tahun, 2 bulan
5.997
1.13
6.81 Layak
Layak
Layak
Layak
Layak
Layak
Layak
Layak
Layak

Analisis Pasar

Dewasa ini, banyak perusahaan bermunculan dan karena persaingan antara mereka juga semakin tajam. Pada keadaan yang demikian, aspek pasar menempati kedudukan utama dalam pertimbangan investor dan pendekatan yang digunakan oleh investor dalam memperebutkan konsumen mendasarkan diri pada ”integrated marketing concept”
Pada keadaan yang disebut terakhir, nampak juga adanya kebebasan pembeli potensial untuk melakukan pilihan terhadap produk yang diperlukan. Pada situasi demikian, peran analisa aspek pasar dalam pendirian maupun perluasan usaha pada studi kelayakan usaha merupakan variabel pertama dan utama untuk mendapatkan perhatian.




BAB III

PENUTUP


Kesimpulan

Dari beberapa hasil analisis kelayakan dapat diketahui bahwa usaha tepung sagu layak untuk dikembangkan dimana dari aspek teknis, memiliki ketersediaan lahan dan bahan baku yang melimpah di lokasi usaha, dari aspek finansial agroindustri tepung sagu memiliki nilai NPV yang positif sebesar Rp. 10.893.000,- pada tingkat diskonto 12.5%, IRR diatas suku bunga komersial sebesar 41.7 %, NBCR dan GBCR di atas satu (1.83 dan 1.096) dan payback periode 2 tahun 2 bulan, serta analisis pasar menunjukan peluang yang besar menggantikan tepung dari bahan gandum yang masih diimpor dari luar negeri.